Selasa, 09 Februari 2010

Minum Zam-zam

Meminum Air zam zam menjadi satu amalan ibadah, dengan niat mengikuti anjuran Rasulullah. Diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Abbas, Aku pernah menyiapkan air zam zam untuk Rasulullah, kemudian beliau meminumnya sambil berdiri. Makruh hukumnya apabila dipergunakan untuk mencuci najis, atau dipakai untuk membersihkan hadast besar.
Air Zam-zam ini disunahkan untuk dibawa pulang ke negerinya bagi jamaah “penunai rukun Islam ke lima) yang memang berasal dari luar Negara Arab, dan Rasullulullah adalah orang pertama yang membawanya keluar kota Mekkah, yaitu ke Madinah. Mata Airnya tidak pernah kering, meskipun berjuta-juta umat manusia meminumnya setiap hari terutama pada musim ibadah Haji.
Pada waktu Rasululullah akan melakukan Sa’I, beliau meminum air zam zam sampai kenyang, kemudian menyiram kepalaNya dengan air zam zam. Banyak orang mengguyur dan membasahi kain (baju) ihram, kemudian direntang tanpa diperas agar kering sendiri, dan akan dipakai sebagai ‘Kafan” ( pembungkus mayat) kalau meninggal nanti.
Air Zam-zam selalu tersedia di Masjid Nabawi yang berjarak sekitar 450Km dari Mekah sebagai tempat asal air ini. Bisa dibayangkan, bagaimana air ini didistribusikan ke daerah tersebut, tentu peralatan canggih yang bisa melakukannya, sehingga jutaan umat yang ada bisa terpenuhi kebutuhannya untuk meminum air Zam-zam ini.
Kandungan-kandungan elemen-elemen kimiawi air Zam-zam menjadikan rasa dari air tersebut sangat khas dan dipercaya dapat memberikan khasiat khusus. Air yang sudah siap saji yang bertebaran disekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah merupakan air yang sudah diproses sehingga sangat aman dan segar diminum, ada yang sudah didinginkan dan ada yang sejuk (hangat). Namun konon prosesnya higienisasi ini tidak menggunakan proses kimiawi untuk menghindari perubahan rasa dan kandungan air ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar